tentu Tuhan pun tahu yang kita sedang menderita.
mana lagi harus aku cari ketenangan dalam dunia yang kalut ini, terus diseksa dan dilantun dalam maya yang tersorot dihujung mimpi. nah kita terus menyusun kata-kata walhal kita ini cuma manusia. harusnya kita hanya mampu berkata. Dihempuk oleh awan yang luruh pun, kita ini hanya mampu melihat. dari sudut mata dua, kita tetap kita. kudus dan tetap lemah. mana lagi harus aku mencari ketenangan jika jiwa harus terus memberontak dipalit rasa gundah, kabur dan terus hampa. Mana lagi harus kita mencari ketenangan Apa perlu antara dua dinding mimpi itu? yang bukan kita penguasa.
beri aku sedikit lagi nafas berguna, bukan mimpi mimpi kosong lagi, bagi aku bisa merentas lagi mimpi mimpi itu, terbang bebas bukan lagi mimpi lama yang terbiar. bagi aku dia yang bermimpi, bukan sang pengejar lara. antara dua dinding mimpi itu, aku tahu aku lihat dia. tersenyum dan menawan. terhinggap oleh rasa nyaman, redup dan aman. dan bukan kita ini sang penguasa, untuk membeda beda suasana, kerna kita cuma sang pemimpi.
Tuhan biar aku bisa merentas antara dua mimpi lagi.